Tuesday, January 8, 2008

Polemik Hukuman Mati melaui Jarum Suntik

China berencana akan lebih banyak menggunakan suntikan mematikan, untuk mengeksekusi para terpidana mati. Namun Amerika mengecamnya

ImageHidayatullah.com--Menurut perkiraan, saat ini 60% seluruh eksekusi di dunia, terjadi di China.  Pemerintah China menganggap, pelaksanaan hukuman mati dengan menggunakan suntikan maut, jauh lebih manusiawi ketimbang cara-cara lain. Sementara itu, negara lain yang juga menerapkan suntikan maut, yaitu Amerika Serikat (AS), kini justru sedang mempertanyakan apakah cara itu benar-benar lebih manusiawi.

AS punya pengalaman cukup lama dengan eksekusi suntikan maut. Saat ini, Mahkamah Agung Amerika tengah menangani gugatan yang diajukan oleh dua orang yang sedang menanti eksekusi.

Menurut dua orang terpidana mati ini, hukuman mati dengan suntikan maut, bertentangan dengan konstitusi Amerika. Secara singkat, masalah hukumnya adalah: jika seorang terpidana mati mempersoalkan cara eksekusi, dengan alasan berlebihan dan mengerikan, standar apa yang bisa digunakan oleh suatu pengadilan untuk menanggapi hal seperti itu.

Tiga Macam Cairan

Menurut Bart Stapert, pengacara khusus delik kriminal Belanda, banyak negara menggunakan suntikan maut campuran terdiri dari tiga macam cairan. Cairan pertama, sodium penthothal, yang dimaksudkan menghilangkan kesadaran, seringkali tidak berfungsi. Cairan kedua, pancuronium bromide, untuk melumpuhkan seluruh sistem otot. Dan cairan ketiga, potassium chloride, untuk menghentikan denyut jantung. Dr. Teresa Zimmers, dari University of Miami, yang meneliti suntikan maut sebagai metode eksekusi di berbagai negara bagian Amerika, menyatakan:

Jumlah cairan pertama yang diberikan, biasanya sebanyak 1 gram. Dan dosis ini, tidak memperhatikan berat badan si terpidana mati. Dari penelitian di berbagai negara bagian, ternyata, banyaknya sodium penthothal yang biasa mereka berikan, hanya cukup untuk pembiusan klinis. Itu cuma berlangsung selama lima hingga sepuluh menit saja'.

Paradoks

Tidak seorang pun memeriksa apakah tahanan sadar atau tidak. Ini memang terkesan paradoks, tapi ide di belakang suntikan mematikan adalah untuk menjamin bahwa terpidana mati akan mati secara manusiawi. Itu menjelaskan berkembangnya eksekusi mati di Amerika Serikat. Eksekusi oleh regu penembak, gantung, dan kursi listrik merupakan beberapa cara yang dipakai di masa lampau, kata Bart Stapert.

Yang kini dipertanyakan adalah apakah suntikan mematikan masih bisa dianggap manusiawi, melihat standar-standar yang berlaku sekarang. Di sinilah UUD Amerika berperan. Amandemen pasal 8, melarang apa yang dinamakan "hukuman keji dan tidak biasa". Dr. Zimmer sependapat: studi ilmiah yang dilakukannya bersama beberapa rekan bertujuan memicu diskusi tentang hukuman mati, berkaitan dengan amandemen pasal 8 itu.

"Di Amerika Serikat, " demikian Teresa Zimmers, "dukungan khalayak terhadap hukuman mati bisa dijelaskan, karena orang berpikir, suntikan mematikan merupakan cara manusiawi mengakhiri hidup seseorang. Dan, dengan membuktikan bahwa itu tidak selalunya manusiawi, saya merasa, orang akan berubah sikap terhadap hukuman mati."

Makin banyak memang debat publik tentang cara orang dieksekusi negara. Hal yang sama juga terjadi di China, yang dianggap algojo terbesar dunia. Dari eksekusi oleh regu penembak, China kini beralih ke suntikan maut. Perkembangan serupa pernah terjadi di Amerika, tandas Bert Stapert.

Beberapa waktu lalu, Mahkamah Agung China memutuskan untuk meninjau kembali semua hukuman mati. Ini menghasilkan berkurangnya jumlah eksekusi mati di China. Paling tidak itulah informasi yang diperoleh pelbagai organisasi hak azasi manusia, seperti Amnesty International. Namun hal ini belum bisa dikonfirmasi, karena informasi tentang hukuman mati masih tetap rahasia di China. [ranesi/hidayatullah]



Be a better friend, newshound, and know-it-all with Yahoo! Mobile. Try it now.

No comments: