Thursday, May 28, 2009

Beraqidah mengikuti Madzhab Ahli Hadits

Beraqidah mengikuti Madzhab Ahli Hadits

Jika kita berjalan-jalan menelusuri isi internet dengan dipandu oleh syeh Google, maka akan kita temukan beberapa artikel yang dibuat oleh segolongan orang yang mengkampanyekan aqidah yang menurut mereka paling sesuai dengan Al-qur'an dan Al-hadits seraya mensesatkan aqidah lain yang tidak sesuati dengan mereka atau tidak sama, mereka mengaku bahwa mereka beraqidah dengan mengikuti madzhab Ahli Hadits, itulah yg paling sesuai dengan sabda Rasulullah SAW, begitu fanatiknya mereka terhadap apa yang telah diyakininya seraya berkata "saya heran kok ada kelompok yang menerima aqidah islam yang tidak jelas sumbernya, sementara aqidah yang shohih dari ahli hadits malah mereka tolak".

Adapun maksud mereka dan arah pembicaraan mereka adalah sekelompok orang yang menetapkan ayam mutasyabihat sesuai dzahir ayatnya, seperti Allah punya Tangan, wajah, kedua mata dll dan inilah yg menurut mereka paling sesuai dg yg dibawa Baginda Rasulullah SAW, sementara yang dituduh tidak sesuai mereka adalah yang menta'wil ayat mutasyabihat, semisal Wajah diartikak sebagai dzat, yaad diartikan sebagai kekuasaan dll, dan mereka ini dituduh sebagai aqidah sesat.

Mari kita lihat dari dua kubu di atas, siapakah yang berhak mengaku sebagai pengikut ahli hadits dalam beraqidah? dan untuk mengetahuinya mari kita lihat para ahli hadits yang muktabar dan yang telah diakui oleh ahlussunnah wal jama'ah.

Siapakah Ahli Hadits Yang telah diakui oleh ahlussunnah waljama'ah?
Telah menjadi kesepakatan didalam kalangan sunni atau ahlussunnah wal jama'ah, bahwa kita dapat mengenal para ahli hadits itu setidaknya dari karya yang ditinggalkan oleh ulama' hadits tersebut, dan dalam hal keshohihan hadits tersebut ulama menetapkan adanya kutubussittah, kemudian semakin tinggi Rowahul Khomsah, kemudia semakin tinggi Syaikhoni, dan yang terakhir derajat paling tinggi adalah yang dijuluki oleh imam Muslim sebagai Raja Hadits yaitu Imam Bukhori.

Mari kita telusuri satu saja dari aqidah ahli hadits yang dijuluki Raja Hadits dalam mensikapi ayat-ayat mutasyabihat yang berkenaan dengan sifat Allah yang terdapat dalam Al-qur'an maupun sunnah.

Imam Bukhori
Imam Bukhori dalam menjelaskan ayat "wa yabqo wajhu robbika" (surat Arrahman) beliau mengatakan bahwa yang dimaksud dengan Wajhu dalam ayat tersebut adalah dzat Allah SWT. menanggapi pernyataan imam Bukhori ini, syeh Albani dalam menjawab pertanyaan jama'ah mengatakan "ya akhi haadza la yaquuluhu muslimul mu'min" artinya, "saudarak tak akan keluar perkataan tersebut (perkataan imam Bukhori yang menta'wil wajhu menjadai Dzat) dari seorang muslim yg beriman" (lihat Fatawa albani hal.523)

Astaghfirullahal adzim sebagai seorang bodoh seperti saya ini apalah dibanding mereka berdua (Imam Bukhori dan Albani) namun muqollid fakir ini tahu sedikit banyak bagaimana sepak terjang imam Bukhori dan track Record beliau dalam bidang hadits, kitabnya yang tidak hanya sekali diuji dan dites keshohihannya oleh para ulama sampai kitab beliau disematkan oleh banyak ulama sebagai kitab No.1 dibidang ilmu Hadits, dan begitu pula saya tahu track Record syeh albani yang belajar kepada gurunya kemudian meneruskan belajar dan menggali serta sampai mentakhrij ilmu hadits, walaupun terdapat beberapa fatwa hadits beliau yang bertolak belakang antara satu sama lain, namun beliau berdua adalah lebih tahu banyak dalam bidang hadits ketimbang al-gaqir ini.

Tatapi sebagai muqollid tentunya saya memilih seorang Bukhori yang telah diakui oleh ulama' dalam beberapa kurun, daripada Albani yang baru beberapa tahun ini, lebih-lebih belum sampai beberapa kurun berlalu karya beliau terbukti terdapat kontradiktif yang tidak sedikit bahkan berjumlah ratusan hadits yang membingungkan hukumnya antara shohih atau dhoif. Tanpa bermaksud sama sekali merendahkan, sebagai seorang muqollid saya bertanya "Setega itukah syeh Albani mengeluarkan perkataan kepada Imam Al-Bukhori? demikiankah perkataan Muhaddits besar kepada Imam Muhaddits besar pula tatkala tidak sependapat?

Ya ikwan dari perbedaan diatas, adakah suara para muqollid seperti kita mendengung-dengeukan dan berkampanye paling sesuai sunnah dan paling mengikuri Aqidah ahli Hadits? perkataan "bermadzhab dengan madzhab Ahli hadits dalam tidak menta'wil ayat mutasyabihat" adalah perkataan yang menunjukkan orang yang berkata tidak tahu akan siapa ahli hadits dan bagaimana mereka beraqidah dalam ayat mutasyabihat, seandainya mereka tahu seharusnya mereka mengkampanyekan "mari bermadzhab dengan imam Albani atau Imam Bukhori dalam beraqidah menetapkan ayat mutasyabihat", karna jelas keduanya adalah muhaddits dan Ahli hadits.

Hadits Qudsi Allah mengajakan ta'wil:
"Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla berfirman pada hari kiamat : "Hai anak Adam, Aku telah sakit dan kamu tidak mau menjengukku?". Bertanya anak Adam : "Bagaimana aku harus menjengukMu? Sedang Engkau adalah Tuhan sekalian alam". Dia berfirman, "Tidakkah kamu tahu, sesungguhnya hambaKu Fulan itu telah sakit, tetapi kamu tidak menjenguknya? Tidakkah kamu tahu bahwa sesungguhnya jika kamu menjenguknya tentu kamu menemukan Aku di sisinya?". (HR Muslim)

wallahu a'lamu bishowab.
--
Your Best Regard
www.rindurosul.wordpress.com
http://www.rumahvendi.phpnet.us

Monday, May 25, 2009

Perseteruan Liberalisme dan MUI

Kritik kita terhadap MUI terkadang banyak kita lontarkan karna hawa nafsu, tetapi kekhawatiran yang akut juga membuat sebagian ulama' mengeluarkan kalimat yang terkesan ekstrim, sebagai mana kita menerima atau menolak sebagian fatwa MUI.

Tatkala MUI mengatakan bahwa rokok adalah haram, bagi para perokok dan yang memiliki kepentingan didalam rokok, maka hal itu sangat berat diterima, dengan alasan sebelumnya MUI menfatwakan bahwa rokok adalah makruh bukan haram, maka bagaimana mungkin hukum bisa berubah-rubah demikian? maka dijawab oleh MUI dan sebagian ulama besar bahwasanya hukum memang bisa berubah sesuai dengan kadar pengetahuan yang dihasilkan saat berijtihad menentukan Hukum Haram atau makruhkah, dan dalam hal ini MUI telah menetapkan dan beralasan bahwasanya saat rokok dihukumkan makruh, demikianlah hasil ijtihad dan istimbat yang dihasilkan, bahwa rokok tidak diketahui begitu banyak madhorot, tetapi saat technologi semakin moderen, semakin banyak madhorot yg mengancam dari bahaya rokok maka MUI menetapkan Haram untuk menjaga generasi manusia, menjaga kelestarian Hidup dan kesehatan Manusia.

Demikian pula Tindakan MUI dalam menyikapi masalah Golput. mui mengeluarkan fatwa haram Golput dalam pemilu karna dianggap suatu pembangkangan terhadap ulil amri yang syah, yang jelas-jelas dilarang oleh Agama, mentaati Agama berarti taat kepada Rasulullah, mentaati Rasulullullah dan Allah, maka harus taat pada ulil amri serta orang tua pd hal kebaikan, hal yang pertama kita taati adalah Allah, kemudian taat pada Rasulullah dan pada ketaan keduanya adalah ketaatan yang tidak terbatas, karna kita tidak bisa mendapatkan apapun sebagai khabar atau risalah tanpa Rasulullah, bisa ditakan apa yang diprintahkan atau diminta oleh Rasulullah adalah sama dengan apa yang diminta oleh Allah, semantara ketaatan kepada Orang tua dan pemerintah, maka kita harus timbang dengan Al-qur'an dan As-sunnah, jika tidak bertentangan dengan keduanya, maka suatu dosa besar terhadap Allah jika kita mengingkarinya atau mengabaikannya.

MUI tidak bisa semena-mena mengeluarkan suatu keputusan fatwa, seperti isu yang berkembang baru-baru ini adalah keharaman Facebook yg sempat mengagetkan saya, tetapi sesuatu esensi haram adalah bersifat muthlaq, maka bagaimana mungkin sebuah alat yg tidak bisa berbuat apa-apa dan pekerjaan dengan alat yang bersifat multi fungsi bisa diharamkan secara muthlaq? demikian pula facebook, iyanya banyak digunakan untuk jejaring sosial, dan silaturrahmi, kemudian ada yg menggunakan untuk mengirim gambar porno, bukan facebooknya yg haram tetapi pornografinyalah yg haram, dan ternyata memang demikian yg diklarifikasi oleh salah satu ulama' MUI pusat jakarta, bahwa MUI belum pernah mengeluarkan fatwa haram pada facebook, jika itu adalah keputusan MUI daerah atau sekelompok ulama' maka yg bertanggung jawab adalah ulama' yg bersangkutan.

Kasus menghukumi dengan hawa nafsu ini sering sekali kita temukan, terutama pada kaum liberal yang terkesan 'melindungi' kepentingan-kepentingan masyarakat yang mengandung hawanafsu keduniaan belaka, seperti pembolehannya nikah lintas Agama, legitimasi pernikahan Lesbian dan Homoseksual, batas aurot wanita yg mencakup hanya CD dan BH, serta banyak lagi hawa nafsu yg dibela dan diayomi oleh kaum berfaham Liberal ini. Maka wajar apabila MUI dan kaum LIBERAL adalah seperti api dengan air, yg selalu berlawanan, MUI mengeluarkan fatwa sesat kepada pemahaman Liberal, kemudian kaum liberal juga selalu mencari celah untuk membela apa yang difatwakan haram atau sesat oleh MUI, bahkan mengkritik segala fatwa atau kebijakan yg dikeluargkan olrh Majlis Ulama Indonesia ini.

Jika MUI hanya mengeluarkan fatwa yang mengingatkan masyarakat, sebagai lembaga resmi keagamaan dalam suatu negara dan tidak ikut campur tangan dalam mensikapi terhadap penyebaran pemahaman tertentu, atau peredaran barang tertentu atau tidak pula mengeluarkan anjuran terhadap peraturan pemerintah dll, berbeda dangan Liberal yang mencari pembenaran kepada masyarakat, bahakan mengusulkan agar membubarkan MUI, yang tentunya agar majelis ulama akan dipegang oleh instansi-instansi yang tidak resmi dan Liberal akan berpeluang besar untuk mengeluarkan fatwa yang melindungi kemaksiatan dengan tidak ada yang menghalang-halangi lagi.

Wallahua almaubishowab
--
Your Best Regard
www.rindurosul.wordpress.com
http://www.rumahvendi.phpnet.us