Saturday, February 9, 2008

“Menyambut Muktamar Pemikiran Islam di Unmuh Malang”

"Menyambut Muktamar Pemikiran Islam di Unmuh Malang" Cetak halaman ini Kirim halaman ini melalui E-mail
Minggu, 10 Pebruari 2008

Banyak cendekiawan tak tahu diri.  Maqam nya masih muqallid tapi memaksakan diri menjadi mujtahid. Baca Catatan Akhir Pekan [CAP] Adian Husaini ke-224

 

Oleh: Adian Husaini

Beberapa hari lalu, saya menerima faksimili dari seorang pengurus Muhammadiyah di daerah Jawa Timur tentang akan diadakannya acara Muktamar Pemikiran Islam di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Acara akan berlangsung 11-13 Februari 2008. Penyelenggaranya adalah Pusat Studi Islam dan Filsafat UMM dan Al-Maun Institute Jakarta, yang dipimpin oleh Dr. Moeslim Abdurrahman.

Karena menyebut acara ini sebagai "Muktamar Pemikiran Islam" bukan "Muktamar Pemikiran Muhammadiyah", tentu acara ini sangat penting untuk ditelaah oleh umat Islam, bukan hanya bagi Muhammadiyah. Banyak tema yang dibahas. Para pembicara yang dipasang dalam jadwal acara cukup banyak. Tapi, yang sangat penting untuk kita telaah adalah pembahasan soal Tafsir Al-Quran.

 

Dalam sesi pembahasan tentang "Manhaj Baru Muhammadiyah: Mengembangkan Metode Tafsir", dipasang tiga pembicara, yaitu Prof. Dr. M. Amin Abdullah, Dr. Hamim Ilyas, dan Dr. Saad Ibrahim. Dua nama pertama sudah cukup kita kenal melalui berbagai tulisannya. Nama yang ketiga belum begitu banyak kita kenal pemikirannya. Amin Abdullah, rektor UIN Yogya, adalah tokoh penyebar hermeneutika dan "fans berat" Prof. Nasr Hamid Abu Zaid.

Berikut ini kita bisa menyimak kembali wawancara dengan Ulil Abshar Abdalla dengan Amin Abdullah, sebagaimana dimuat dalam website Jaringan Islam Liberal.

ULIL ABSHAR-ABDALLA (UAA): Pak Amin, Anda tentu mengenal Nasr Hamid Abu Zayd sebagai seorang pemikir terkemuka di dunia Islam saat ini. Bagaimana kisah perkenalan Anda dengan beliau?

M. AMIN ABDULLAH (MAA): Perkenalan saya dimulai saat mengajar di pascasarjana IAIN Yogyakarta tahun 1994, melalui bacaan terhadap buku-bukunya. Uniknya, buku Abu Zayd justru saya temukan saat saya berkunjung ke Paris. Saya hanya bertemu bukunya di sana, bukan orangnya. Ketika itu, saya menemukan buku dengan judul yang membuat saya tertarik, seperti Naqd al-Khitâb al-Dînî (Kritik Wacana Agama), Naqd al-Nash (Kritik Teks), dan lain-lain. Buku itu saya bawa ke tanah air, lalu saya telaah. Ternyata isinya memang bagus dan sesuai dengan perkembangan studi Islam kontemporer. Saya kira, tema seperti Naqd al-Khitâb al-Dînî merupakan tema yang cocok untuk dibahas di lingkungan IAIN atau PTAI (Perguruan Tinggi Agama Islam).

 

UAA: Sebagai Rektor UIN Yogyakarta, apakah Anda telah mengadopsi sejumlah pendekatan yang digunakan Abu Zayd, khususnya di lingkungan akademik UIN?

MAA: Kalau melihat sebagian corak tesis atau skripsi mahasiswa, kita akan dapat menemukan tema-tema yang mengarah ke situ. Jadi di UIN Yogya, tema-tema seperti itu sudah dibahas cukup luas. Kalau IAIN lain di Indonesia saya tidak tahu. Tapi paling tidak, di Yogya ada komunitas yang menekuni karena memang cocok untuk lingkungan akademik.

 

Kita sudah berulangkali membahas dan mengkritisi pemikiran Nasr Hamid Abu Zaid dan Amin Abdullah. Sama dengan Amin Abdullah, Dr. Hamim Ilyas pun dikenal sebagai pendukung kuat penggunaan metode hermeneutika untuk Al-Quran. Dia bahkan menyebut penolakan terhadap hermeneutika untuk penafsiran Al-Quran sebagai salah satu ciri fundamentalisme Islam, sebagaimana kita bahas dalam CAP ke-216.

Hermeneutika memang sedang sangat gencar diajarkan di perguruan-perguruan tinggi Islam, dan selanjutnya dijejalkan ke ormas-ormas Islam agar menerimanya. Orang yang menolak metode hermeneutika akan dicap sebagai fundamentalis, kolot, tidak progresif dan sejenisnya. Jika pemikiran Amin Abdullah dan Hamim Ilyas belum berubah, kita bisa menebak, mungkin Muktamar Pemikiran Islam di UMM ini akan diarahkan untuk menerima metode hermeneutika dalam penafsiran Al-Quran sebagai"Manhaj Baru Muhammadiyah".

Dan dugaan itu tidaklah terlalu mengada-ada, mengingat dalam sejumlah penerbitannya selama ini, UMM Press sendiri sudah sangat aktif mempromosikan paham Pluralisme Agama dan penggunaan hermeneutika untuk penafsiran Al-Quran. Misalnya, sebuah buku yang berjudul Islam Dialektis: Membendung Dogmatisme, Menuju Liberalisme, (UMM Press, 2005), karya Pradana Boy ZTF (dosen agama Islam di UMM).

Buku ini mengajak umat Islam untuk tidak meyakini kebenaran agamanya sendiri: "Logika yang diturunkan oleh Arkoun itu sebenarnya sangat relevan jika dihadirkan di tengah kondisi saat ini, dimana umat beragama tidak jarang terjebak sikap yang sangat kaku dalam meyakini kebenaran agamanya sendiri, yang dengan sendirinya menganggap tradisi lain sebagai "jalan sesat"." (hal. 168).

 

Buku ini juga banyak memuat pujian-pujian dan dukungan terhadap pemikiran-pemikiran tokoh-tokoh liberal yang sangat ekstrim seperti Mohammed Arkoun dan Nasr Hamid Abu Zaid. Dengan berbagai pemikirannya yang membongkar tradisi Islam, saat ini Arkoun memang merupakan pemikir favorit bagi kaum liberal. Di dalam buku yang berjudul "Membongkar Wacana Hegemonik" karya Mohammed Arkoun, bisa ditemukan gagasannya tentang sifat Kitab Suci Al-Quran yang kehilangan kesuciannya setelah turun di bumi. Menurut Arkoun: "Sebagaimana dia kehilangan sebagian besar sifat ketuhanannya setelah terjun ke dalam sejarah bumi dan dipergunakan oleh manusia, maka dia terpengaruh oleh sejarah dan sebaliknya. Singkatnya, kitab suci yang sebenarnya itu adalah Ummul Kitab menurut ungkapan Al-Quran, dan dia terjaga di sisi Allah di langit dan tidak bercampur dengan sejarah dan masalah-masalah bumi." (hal. 141, catatan kaki oleh Dr. Hasyim Shalih).

 

Ada buku lain terbitan UMM yang berjudul "Kembali ke-Al-Qur'an, Menafsir Makna Zaman: Suara-suara kaum Muda Muhammadiyah", editor: Pradana Boy ZTF dan M. Hilmi Faiq, pengantar oleh Moeslim Abdurrahman, (UMM Press, 2004). Buku ini merupakan kumpulan makalah para aktivis liberal yang bergabung dalam Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah (JIMM). Di dalam pengantar Editor ditulis bahwa makalah-makalah tersebut merupakan hasil diskusi "Tadarus Pemikiran Islam" yang diselenggarakan oleh JIMM bekerjasama dengan UMM, tanggal 18-20 November 2003, dengan sponsor Rektor UMM Muhadjir Effendy dan bantuan finansial dari Jacob Oetama (Harian Kompas).

Sebagaimana biasa dilakukan oleh para pemikir liberal, buku ini diantaranya mempromosikan "cara baru" dalam menafsirkan Al-Quran yaitu dengan menggunakan hermeneutika. Sebagai misal adalah tulisan Sufyanto yang berjudul "Diskursus Pembacaan Al-Quran, Mencari Makna Zaman (Sebuah Persoalan Hermeneutik). Penulis artikel dalam buku ini asyik menjiplak begitu saja pemikiran-pemikiran asing tanpa kritis sama sekali. Dia tulis, misalnya: "Ringkasnya, menurut Sumaryono, disiplin ilmu yang pertama yang banyak menggunakan hermeneutik adalah ilmu tafsir kitab suci. Sebab, semua karya yang mendapat inspirasi ilahi seperti Al-Quran, kitab Taurat, Kitab-kitab Veda, dan Upanishad supaya dimengerti, memerlukan interpretasi (hermeneutic)... dst."

Penulis artikel ini tampak bertindak ceroboh dalam mengutip buku Hermeneutika karya Sumaryono (terbitan Kanisius), dengan menyamakan begitu saja sifat teks Al-Quran dengan Kitab-kitab lain. Al-Quran adalah kitab yang tanzil, yang lafazh dan maknanya dari Allah, bukan sekedar karya inspiratif dari Tuhan, seperti konsep teks Bibel. Kekeliruan dalam melihat sifat teks Al-Quran ini berdampak pada kekeliruan dalam merumuskan metode tafsirnya. Kata penulis artikel ini lebih jauh:

"Jadi, pembacaan baru atas Al-Quran, seyogianya mengikuti Hukum Emilio Betti tentang interpretasi yang terkenal, yaitu sensus non est inferendus sed efferendus (makna bukanlah diambil dari kesimpulan melainkan harus diturunkan) bersifat instruktif. Jadi seorang penafsir tidak boleh bersikap pasif, karena ia harus merekonstruksi makna."

Salah satu tujuan yang akan dicapai kaum liberal dengan penggunaan metode tafsir baru (hermeneutika) adalah menciptakan pemahaman yang serba relatif terhadap kebenaran. Dalam buku ini bisa ditemukan sejumlah gagasan dekonstruktif terhadap konsep-konsep pokok dalam Islam itu. Sebagai contoh, bisa dilihat di dalam artikel yang ditulis oleh M. Hilaly Basya, dengan judul "Kembali ke al-Qur'an: Perspektif Hermeneutika Pembebasan" (hal. 53).

 

Penulis artikel ini lagi-lagi menjadikan pemikiran Nasr Hamid Abu Zaid sebagai rujukan dalam membaca Al-Quran. Dengan menggunakan teori Nasr Hamid, dia mengkritik sifat peradaban Islam selama ini yang selalu menjadikan teks Al-Quran sebagai rujukan. Hebatnya manusia ini, dia juga 'sok-sokan' mengritik Imam Syafii yang menjadikan teks Al-Quran sebagai rujukan utama dalam merespon persoalan-persoalan baru:

"Dalam konteks demikian berarti Syafii memakai kacamata teks dalam memandang realitas kemanusiaan. Rasionalitas digunakan sebatas pada mediasi dan penjelas teks. Muaranya, teks tetap menjadi otoritas utama. Teks tidak dilihat sebagai suatu simbol partikular yang diproduksi oleh budaya tertentu, melainkan sebagai suatu bahasa langit yang absolut. Dengan demikian, teks menjadi parameter, sementara masyarakat dan budaya mengikutinya. Tidak berlaku kontekstualisasi yang berseberangan dengan teks, sebab teks memiliki makna tunggal yang permanen." (halaman 53-54).

 

Dengan berlagak bagai mujtahid besar abad ke-21, penulis artikel ini membuat kesimpulan, bahwa istilah "kafir" tidak mesti ditujukan kepada orang non-Muslim, tetapi orang Islam juga bisa disebut kafir. Selanjutnya, ia menulis:

"Jadi tidak semua non-Muslim adalah kafir. Non-Muslim di Mekkah punya kriteria kafir seperti yang disebut Al-Quran, yakni menutup diri dari kebenaran dari pihak lain. Alih-alih berdialog untuk memperbaiki sistem yang tidak adil, mereka mengancam akan membunuh Muhammad dan para pengikutnya. Inilah substansi kafir , mereka adalah musuh semua agama dan kemanusiaan. Mereka penindas HAM dan tidak mau membuka diri untuk mendialogkan kebenaran... Dengan kata lain, Muslim yang melakukan penganiayaan dan penindasan dan penindasan pun dapat dikatakan sebagai kafir. Jadi, kafir tidak identik dengan non-Muslim, melainkan siapa pun dan beragama apa pun ketika tidak adil dan menindas maka ia disebut kafir... Akan lebih tepat jika term kafir dimaknai sebagai penindas, dan mukmin (orang beriman) adalah pejuang pembebasan dari penindasan. ." (halaman 66-67).

Tidak perlu berpikir terlalu jauh untuk melihat kekacauan penafsiran penulis liberal ini. Mukmin dan kafir adalah konsep pokok dalam Islam yang sudah sangat jelas maknanya. Di atas landasan konsep inilah berdiri berbagai konsep syariat Islam. Misalnya, wanita mukmin haram menikah dengan laki-laki kafir. Jika kafir dimaknai sebagai penindas, lalu bagaimana mengukur kadar penindasan seseorang? Jelas, ini suatu konsep yang kacau dan asal-asalan. Anehnya, konsep seperti ini dipromosikan kepada kaum Muslim, melalui penerbitan sebuah kampus.

Karena itu, kita patut bertanya, model penafsiran seperti inikah yang akan diajukan sebagai "manhaj baru Muhammadiyah"?

 

Dalam Mukaddimah Tafsirnya, Ibn Katsir menceritakan bagaimana para sahabat Nabi saw sangat berhati-hati jika hendak menafsirkan satu ayat. Mereka selalu bertanya kepada orang yang dianggap ahli jika tidak mampu, jika tidak memahami makna suatu ayat. Mereka sangat khawatir jika salah menafsirkan firman Allah SWT.

Kita tak bosan-bosannya mengajak semua yang mengaku-aku sebagai cendekiawan, baik muda maupun yang tua, agar bersikap tawadhu' dan tahu diri. Jika maqamnya muqallid, jangan memaksakan diri jadi mujtahid. Dalam bahasa Arab, muqallid adalah mengikuti secara buta, dan ini dilarang dalam agama, karena agama menyuruh seorang Muslim beramal dengan memakai ilmu.

 

Akhirnya menjadi "mujtahidun jahilun". Untuk membuat suatu metode penafsiran Al-Quran bukanlah pekerjaan kecil, dan tidak bisa dilakukan oleh sembarangan orang. Untuk menafsirkan UUD 1945 saja parlu keahlian yang memadai.

Kreatif dan berani memang penting. Tetapi, setiap ilmuwan dan cendekiawan perlu juga menjaga adab, agar menjadi ilmuwan yang beradab. Wallahu a'lam. [Depok, 8 Februari 2008/www.hidayatullah.com]

Catata Akhir Pekan [CAP] Adian adalah hasil kerjasama antara Radio Dakta 107 FM dan www.hidayatullah.com


 
My personal webhttp://pujakesula.blogspot.com  or  http://endyenblogs.multiply.com/journal 


Looking for last minute shopping deals? Find them fast with Yahoo! Search.

No comments: