Wednesday, December 19, 2007

Kenapa engkau, Adam (2)

Kemudian syaitan membisikkan pikiran jahat kepadanya dengan berkata: ''Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan binasa?'' (QS Thaha [20]:120) Kenapa engkau tergoda bujuk rayu itu, Adam? Bukankah Allah, seperti kisah para ulama, telah melarangmu agar tidak tergoda bujukan syaitan untuk memakan buah khuldi. Namun engkau mengingkarinya sehingga tidak sedikit ulama maupun sebagian keturunanmu menyesali tindakanmu.

Dengan suara murung, mereka mengutip ayat Al-Quran: Maka keduanya memakan dari buah pohon itu, lalu nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun (yang ada di) surga, dan durhakalah Adam kepada Tuhan dan sesatlah ia. (QS Thaha [20]:121). Tak mengherankan bila ada yang menggugatmu: Kenapa engkau makan buah khuldi itu? Tapi, wahai bapak daripada manusia, engkau tidak perlu berkecil hati. Saya setidaknya memaklumi tindakanmu tersebut. Betul, Allah telah mengingatkanmu, betapa iblis yang enggan sujud kepadamu akan senantiasa menggoda.

Iblis bertekad mengeluarkanmu dari surga yang tidak akan membuatmu kelaparan, dahaga maupun telanjang dan terpanggang terik matahari. Surga sesungguhnya merupakan kenikmatan tiada bertara. Tak mengherankan bila iblis berusaha mengeluarkanmu dari "kehidupan yang nikmat" tersebut. Ia pun melancarkan tipu daya, misalnya, dengan dalih bahwa buah dari pohon Syajaratulkhuldi akan mengekalkan segenap kenikmatan yang engkau cicipi. Engkau adalah bapak daripada manusia di bumi. Bukankah kami seperti dirimu menerima hawa nafsu yang menjadi pembeda dengan malaikat. Hawa nafsu yang menghuni bilik hati senantiasa menyebabkan manusia terpedaya oleh kemauannya sendiri.

Hawa nafsu menyebabkanmu seperti juga diri kami ini menyukai kenikmatan yang mapan. Tiada seorang manusia pun menginginkan kesengsaraan. Akibatnya? Mulai dari dirimu ya Adam hingga kepada kami sebagai keturunanmu berlomba-lomba mencoba mengekalkan kemapanan dan kenikmatan tersebut. Tak sedikit di antara kami menjadi sosok yang serakah. Lihatlah: berapa banyak keturunanmu di penjuru bumi, seperti dirimu yang pernah tergoda iblis, lebih mengikuti dorongan hawa nafsu (amarah). Allah pun telah mengingatkan seperti firman berikut: Kehidupan dunia telah menipu mereka dan mereka menjadi saksi atas diri mereka sendiri (QS Al An'aam [6]:130). Begitupun dengan firman yang artinya: Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan (QS Ali Imran [3]:185).

Maka mereka yang tertipu dengan kehidupan dunia melakukan pelbagai cara demi mendapatkan kesenangannya. Ada yang melakukan perbuatan keji seperti menyingkirkan lawan, demi mengekalkan kekuasaan yang menjamin kenikmatan dan kemapanan. Lainnya meraup keuntungan melalui cara-cara yang dilarang agama, seperti melakukan korupsi ataupun memekarkan anggaran untuk kemudian dikantongi, demi terjaminnya kehidupan yang mapan. Bahkan, tidak sedikit yang menjadi musyrik: mendatangi dukun atau menyimpan niat menyeleweng ketika berziarah ke kuburan demi mengekalkan kemapanan.

Bukankah sejatinya mereka mempersekutukan Allah ketika meminta-minta kepada zat gaib (jin dan sebagainya) lainnya? Seperti dirimu Adam, tidak sedikit keturunanmu ingin mengekalkan surga di dalam kehidupan, semasa masih di dunia. Akibatnya? Sepertimu Adam, banyak keturunanmu yang tidak memiliki azam (kemauan kuat) untuk menggenggam amanah Allah. Bahkan tidak sedikit justru lupa terhadap janji-amanah ketika hendak dilahirkan ke bumi. Tapi, kenapa engkau makan buah khuldi itu, Adam? Bukankah keinginan mengekalkan nikmat surga menyebabkanmu justru keluar dari surga. Allah berfirman: ''Turunlah kamu berdua dari surga bersama-sama, sebagian dari kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain. (QS Thaha [20]:123).

Mungkin sebagian ulama, bahkan, keturunanmu menyesalkan kelalaianmu tersebut. Namun, ya bapak manusia, aku justru ingin memahami kelalaianmu: betapa seperti dirimu, manusia senantiasa mengalami pertempuran batin. Betapa kehidupan di dunia yang penuh tipu daya menyebabkan manusia senantiasa bertarung: terus menerus berjuang menaklukkan nafsu amarah, memerangi kehinaan dosa yang membayangi kehidupan. Pertempuran tersebut menyebabkan manusia berusaha memahami makna kesalahan untuk meraih kebenaran. Pertarungan demi pertarungan dalam menaklukkan nafsu amarah, menyebabkan manusia terus menerus menebar kebajikan, demi meraih maqam kemuliaan.

Maka, wahai Adam, semestinya kami sebagai keturunanmu sudi memberi makna atas kelalaianmu memakan buah khuldi. Kelalaian tersebut, ya bapak manusia, sejatinya mengingatkan kami agar merindukan kebenaran ketika bergelimang kesalahan. Bukan terlena dengan kemaksiatan dan kelalaian. Dengan senantiasa melakukan pertempuran melawan kebatilan dan hawa nafsu amarah, justru di situlah keagungan manusia. Engkau ya Adam, telah mengajari kami terhadap makna pencaharian kebenaran (ibadah), ketika memakan buah khuldi.

Kubayangkan ya Adam: gigitan pertamamu terhadap buah khuldi, sejatinya merupakan awal pertempuran abadi manusia di bumi dalam mencapai maqam kemuliaan. Maka, wahai bapak dari segenap umat manusia, doakanlah keturunanmu yang terserak di bumi agar tidak semata-mata terpana untuk menggigit buah khuldi tetapi memaknai akibat kelalaianmu itu demi mencapai kemuliaan dalam menghampiri-Nya. Bukankah engkau setelah "tragedi khuldi" itu menjadi orang yang dekat pada-Nya. Betapa kami, para keturunanmu, mengidamkan kedekatan sepertimu itu! ( Rudy Harahap )

No comments: