Tuesday, December 4, 2007

Bahan Bakar Pengganti BBM berbahan dasar dari Air

Penemu Blue Energy Warga Nganjuk Berbahan Dasar Air, Dipamerkan dalam Konferensi PBB NGANJUK- Tak banyak yang tahu, penemu bahan bakar blue energy yang sedang dikampanyekan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) ternyata berasal dari Nganjuk. Dia adalah Joko Suprapto, warga Desa Ngadiboyo, Kecamatan Rejoso. Kemarin, tim uji coba kendaraan berbahan bakar tersebut mengunjunginya. Mereka dipimpin staf khusus Presiden SBY, Heru Lelono. Rombongan itu dalam perjalanan dari Cikeas, Bogor menuju Nusa Dua, Bali, tempat digelarnya United Nation Framework Conference on Climate Change (UNFCCC) 2007. "Luar biasa. Ini mobil Mazda Six punya Patwal Mabes (Polri) yang bisa berkecepatan 240 kilometer per jam ini kami coba lari 180 kilometer per jam tanpa ada persoalan. Jadi, moga-moga apa yang kita uji coba ini benar-benar bermanfaat. Insya Allah," ujar Heru begitu turun dari Ford Ranger B 9648 TJ. Untuk diketahui, pertemuan kemarin berlangsung di salah satu hotel di Nganjuk. Rombongan Heru tiba sekitar pukul 09.00. Mereka mengendarai lima unit kendaraan untuk menguji bahan bakar berbahan dasar air tersebut. Yakni, dua pikap double cabin Ford Ranger, satu sedan Mazda 6, satu bus, dan satu truk pengangkut blue energy. Sebelumnya, rombongan dilepas oleh Presiden SBY, Minggu lalu, dari kediaman pribadinya di Cikeas, Bogor. Rencananya, blue energy itu juga akan dipamerkan kepada dunia dalam UNCFCCC atau Konferensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim di Nusa Dua, Bali. "Kita ingin membuktikan kepada dunia internasional bahwa kita bukan bangsa kere yang terombang-ambing harga minyak dunia. Bangsa Indonesia bisa menemukan (bahan bakar, Red) sendiri," tandas Heru bangga. Kepada puluhan wartawan yang sejak pagi menunggu kedatangan rombongan, Heru mengungkapkan bahwa bahan bakar hasil penelitian belasan tahun Joko itu sangat irit. "Sekitar satu lima belas (1 liter dibanding 15 kilometer, Red). Tadi kami mencatat, untuk menempuh 374,5 kilometer, hanya butuh 25 liter," tutur staf khusus Presiden bidang otonomi daerah itu. Selain hemat dan mampu meningkatkan performa kendaraan, lanjut Heru, keunggulan bahan bakar tersebut adalah rendahnya emisi karbon yang dihasilkan. Ini sesuai dengan pesan UNFCCC yang digelar 3-14 Desember mendatang. "Sudah dicoba sendiri oleh Bapak Presiden. Beliau kemarin sempat duduk di belakang knalpot bus ini sambil menciumi asapnya. Paspampres (pasukan pengamanan presiden) sempat kerepotan takut Presiden karacunan, tapi tidak. Coba saja," tantangnya. Penasaran, Wakil Bupati Nganjuk Djaelani Ishaq yang kemarin ikut menyambut kedatangan rombongan langsung mencoba mencium asap dari moncong knalpot bus. "Sama sekali tidak ada baunya," kata Djaelani setelah berkali-kali setelah mengisap asap tersebut. Ditemani Joko, Heru kemarin juga mengungkapkan bahwa untuk memakai blue energy, mesin tidak perlu dimodifikasi. "Sama sekali tidak perlu ada modifikasi apa-apa. Ini kami bawa mobil berlainan tahun, semua bisa pakai," tandasnya. Bahkan, lanjut Heru, ada yang sebelumnya menggunakan solar dan di tengah jalan langsung diganti 100 persen dengan blue energy. "Mobilnya malah semakin tidak ada getaran," lanjutnya bangga. Sementara itu, Joko Suprapto yang selama ini terkesan misterius soal kedekatannya dengan SBY, kemarin mulai blak-blakan. Terutama soal aktivitasnya sebagai peneliti dan penemu blue energy. Dia bahkan sempat sedikit membeber teknologi yang mulai ditelitinya sejak 2001. "Intinya adalah pemecahan molekul air menjadi H plus dan O2 min. Ada katalis dan proses-proses sampai menjadi bahan bakar dengan rangkaian karbon tertentu," terang peneliti yang mengaku banyak mengambil ide dari Alquran itu. Untuk mesin dengan bahan bakar premium, solar, premix, hingga avtur, Joko mengaku telah menyiapkan bahan bakar pengganti sesuai dengan mesinnya. "Tinggal mengatur jumlah rangkaian karbonnya. Mau untuk mesin bensin, solar, sampai avtur ya sudah ada," kata ayah enam anak itu. Yang menarik, bahan dasar air yang digunakan adalah air laut. "Kalau air tanah bisa menyedot ribuan atau jutaan meter kubik. Kasihan masyarakat, paling bagus nanti bahannya air laut," terang pria yang selalu menyembunyikan identitasnya, termasuk almamater tempatnya meraih gelar insinyur, itu. (jie)

Siapkan Produksi 10 Liter per Detik Bahan bakar murah yang ditemukan Joko Suprapto segera diproduksi masal. Setidaknya, warga Jakarta dan sekitarnya bisa segera menikmatinya pada April 2008. Saat ini, tim pengembangan bio energy rendah emisi itu sedang menyiapkan insfrastruktur produksi dengan kapasitas 10 liter per detik. "Kami ingin secepatnya. Istilahnya, netesnya (sementara untuk) orang Jakarta itu April (2008)," kata Heru Lelono, staf khusus Presiden SBY. Kapasitas produksi itu, menurutnya, setara dengan produksi kilang minyak Pertamina sebesar 5.000 barrel per hari. Bahkan, kilang minyak Pertamina tidak ada yang memiliki kapasitas sebesar itu. Adapun lokasinya dipusatkan di Cikeas, Bogor. Peletakan batu pertama pembangunannya dilakukan SBY beberapa hari lalu. Namun, lanjut Heru, tempat itu bukan dimaksudkan sebagai lokasi industri. Melainkan, lebih sebagai taman teknologi. Tujuannya, sebagai pusat pengembangan blue energy. "Jadi, kalau ingin membuat kapasitas produksi yang lebih besar, kita melatih dulu operator-operatornya di tempat itu," lanjutnya. Ke depan, kata Heru, bahan bakar blue energy itu akan sangat membantu bangsa Indonesia bangkit dari keterpurukan. Sebab, dapat menghemat pengeluaran negara akibat subsidi BBM yang mencapai ratusan triliun per tahun. Ini dengan asumsi harga minyak dunia mencapai USD 90 ribu per barrel. "Negara tidak harus mengeluarkan biaya lagi untuk subsidi. Paling tidak separonya, sekitar Rp 50 triliunlah," kata Heru sebelum kembali meneruskan perjalananya sekitar pukul 10.00. Sementara itu, Joko Suprapto mengungkapkan, blue energy bisa murah karena teknologi listrik yang murah pula. "Yang utama harus ada listrik murah. Kalau tidak, sama saja. Sebab, energi untuk membuat blue energy ini sangat besar," ungkapnya. Joko mengaku, saat ini bisa menghasilkan blue energy dengan harga sekitar Rp 3.000 per liter untuk setiap bahan bakar pengganti. Termasuk premium dan solar. "Kalau minyak tanah sekitar dua ribuan tanpa subsidi," jelasnya. Harga itu jauh lebih murah dibanding dengan harga BBM saat ini. Yakni, Rp 4.500 per liter untuk bensin dan Rp 2.500 untuk minyak tanah. Padahal, harga tersebut sudah termasuk subsidi dari pemerintah. Menurut Joko, beberapa bagian infrastruktur pembangunan taman teknologi di Cikeas itu disiapkan dari laboratoriumnya di Ngadiboyo, Rejoso. April 2008, produksinya ditargetkan bisa mencapai sepuluh liter per detik. "Saat ini tengah dikerjakan. Kalau sudah siap nanti dibawa ke Jakarta," terang Joko. Dari pantauan Radar Kediri, persiapan tersebut dilakukan di sebuah lahan tak jauh dari rumah pemilik dua stasiun radio FM itu. Kemarin, para pekerja tampak sibuk mengerjakan berbagai keperluan. "Casing mesinnya pekerja yang membuat. Tapi, nanti, isinya saya yang merangkai sendiri," kata penggemar wayang kulit itu. (jie)
Blue Energy Temuan Joko
- Bahan dasar air (pemecahan molekul air menjadi H plus dan O2 min)
- Bisa dipakai untuk pengganti solar, bensin, avtur, maupun minyak tanah.
- Rendah emisi dan irit
- Murah, Rp 3.000 per liter
- Pusat produksi di Cikeas, Bogor

No comments: