Sunday, November 16, 2008

Rasulullah SAW Melarang Ali Berpoligami?

Rasulullah SAW Melarang Ali Berpoligami?


Oleh : Muhammad Yusuf  Siddik 

 

Isu poligami kembali menjadi hangat seiring dengan peringatan Hari Kartini, 21 April beberapa hari lalu. Kartini dianggap sebagai wanita yang menentang penindasan terhadap wanita serta menolak praktek pernikahan poligami. Karena poligami dinilai bertentangan dengan norma persamaan gender, kesetiaan dalam rumah tangga dan kesucian cinta yang terjalin antara dua sejoli saat melakukan ikrar di depan penghulu. Sementara monogami dianggap sebagai satu-satunya cara untuk menjaga keutuhan dalam rumah tangga yang dihiasi rasa kesetiaan terhadap pasangan satu-satunya. 

 

Perjuangan Kartini mendapat dukungan dari kalangan pejuang feminisme serta cendekiawan muslim dan non muslim yang ikut melontarkan syubhat-syubhat (keragu-raguan) tentang legalitas poligami. Di antara syubhat tersebut adalah:  bahwa Rasulullah SAW pernah melarang Ali bin Abi Thalib untuk berpoligami selama putri beliau Fatimah, isteri Ali masih hidup.

 

Dengan hadits tersebut, para pejuang feminisme serta pendukungnya membantah legalitas poligami dan menganggapnya tidak dibolehkan dalam Islam. Sementara dalil-dalil dari al quran dan hadits yang membolehkan poligami dianggap sebagai dalil yang mansukh (terhapus) dengan adanya hadits di atas.

 

Perspektif Hadits:

 

Hadits larangan atau ungkapan keberatan Rasulullah SAW jika Ali ingin berpoligami selama Fatimah puteri Rasulullah masih hidup merupakan hadits yang shohih. Hadits tersebut diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim atau diistilahkan dalam ilmu hadits dengan hadits muttafaq `alaih.   

 

Hadits tersebut diriwayatkan oleh Miswar bin Makhramah, dia mendengar Rasulullah SAW berkhutbah di atas mimbar dan bersabda : "Sesungguhnya Hisyam ibn al Mughiroh meminta izin kepada saya untuk menikahkan puteri mereka dengan Ali ibn Abi Thalib, maka saya tidak izinkan mereka, kemudian saya tidak izinkan mereka, kemudian saya tidak izinkan mereka, kecuali Ali ibn Abi Thalib mau menceraikan puteriku dan menikahi puteri mereka, maka sesungguhnya puteriku adalah bagian dari diriku, meragukan saya apa yang meragukannya, menyiksa saya apa yang menyiksanya" dalam riwayat lain "sesungguhnya aku tidaklah mengharamkan sesuatu yang halal, namun demi Allah, sekali-kali puteri Rasulullah tidak akan berkumpul (dalam satu rumah) dengan puteri musuh Allah".

 

Hadits di atas juga diperkuat dengan riwayat dari imam-imam hadits lainya seperti Abu Daud, Ibnu Majah, Tirmidzi dll, bahkan pakar hadits, Nashiruddin al Albani juga menegaskan kesohihan hadits tersebut.

 

Perspektif Fiqih dan Ushul Fiqih:

 

Namun, sebelum membahas secara detail maksud dan kandungan dari hadits tersebut dalam perspektif ushul fiqih atau yurispudensi Islam, perlu kiranya ditegaskan, bahwa dalam al Qur'an dan hadits yang merupakan sumber utama pengambilan hukum Islam, juga terdapat dalil-dalil lain yang membolehkan poligami, di antaranya adalah :

 

Pertama, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah SWT dalam surat An-Nisa: 3 yang artinya : "jika kamu takut tidak mampu berlaku adil terhadap hamba-hamba sahaya kamu, maka nikahilah wanita yang kamu inginkan, dua, tiga dan empat, jika kamu takut tidak bisa berlaku adil, maka satu saja atau apa yang kamu miliki dari hamba sahaya, karena yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya."

Dalam ayat tersebut, Allah SWT menganjurkan kepada laki-laki muslim untuk menikah, jika mampu secara finansial serta dapat berlaku adil maka dia dibolehkan untuk berpoligami, namun jika tidak mampu, maka dianjurkan untuk menikah secara monogami. Dari ayat tersebut juga dapat disimpulkan bahwa poligami merupakan anjuran yang lebih diutamakan, namun jika tidak sanggup maka hendaklah bermonogami. Sebagian ulama' mengatakan, jika saja dalam ayat tersebut tidak ada kata "yang kamu inginkan" maka hukum poligami menjadi wajib.

 

Kedua, Hal tersebut juga diperkuat dengan dalil dari Sunnah Rasulullah. Sebagaimana diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW pernah melakukan monogami dengan menikahi hanya Khadijah selama 25 tahun, dan melakukan poligami setelah wafat Khadijah selama kurang lebih 13 tahun.

 

Ketiga, Dalil lainnya adalah perintah Rasulullah SAW kepada para sahabat yang memiliki lebih dari 4 orang isteri saat mereka memeluk Islam, agar membatasi jumlah isterinya hanya 4 orang dan menceraikan selebihnya. Sebagaimana yang terjadi pada Ghailan Al Tsaqofi, Umaira Al Asadi dan Naufal bin Mu'awiyah.

 

Keempat, Dari hadits-hadits tersebut disimpulkan, bahwa poligami dalam Islam hanya dibolehkan hingga 4 isteri saja, dan ini telah menjadi konsensus (ijma') di antara para ulama'. 

 

Dengan adanya dalil-dalil yang membolehkan poligami, apakah hadits Ali menghapus (nasikh) dalil-dalil yang membolehkan poligami? Para ulama' sepakat (ijma') bahwa hadits tersebut tidak menasakh dalil-dalil yang membolehkan poligami dengan sejumlah alasan :

 

Pertama, Rasulullah SAW dalam hadits tersebut menegaskan, bahwa larangan beliau kepada Ali untuk berpoligami bukanlah bermaksud mengharamkan sesuatu yang dibolehkan oleh Allah SWT, melainkan kekhawatian beliau terhadap Ali yang berniat untuk menikahi puteri Abi Jahal. Dan ini dipertegas dalam sebuah riwayat lain dari hadits tersebut yang menyatakan bahwa "Ali bin Abi Thalib berniat menikahi puteri Abi Jahal". Atas dasar itu, Rasulullah SAW melarang Ali berpoligami dan menyatakan bahwa puteri beliau tidak akan berada dalam satu atap dengan puteri musuh Allah (Abu Jahal).

 

Kedua, Sebagaimana yang kita ketahui melalui riwayat yang valid, bahwa Rasulullah SAW saat meninggal dunia masih memiliki 9 orang isteri. Hal ini menegaskan bahwa hukum dibolehkannya poligami masih tetap berlaku dan tidak dihapuskan (mansukh) dalam Islam.

 

Ketiga, Bahkan setelah wafat Rasulullah SAW, poligami masih menjadi hal yang  dibolehkan di kalangan para sahabat dan tabi'in. Dalam hadits shohih yang diriwayatkan oleh Bukhori disebutkan bahwa Sa'id bin Jubair, seorang tabi'in berkata "Ibnu Abbas berkata kepadaku: "Apakah engkau telah menikah ?" Aku menjawab " Belum". Ibnu Abbas berkata, "Maka menikahlah, karena sebaik baik umat ini adalah yang paling banyak istrinya". Dalam hadits lain, Anas bin Malik berkata, "Termasuk sunnah jika seorang laki laki menikahi perawan setelah ia menikahi seorang  janda dan membagi 7 malam untuk isteri yang perawan dan 3 malam untuk isteri yang janda kemudian membagi malam-malamnya antara mereka berdua".

 

Keempat, Kalau memang benar poligami dilarang dalam Islam, seharusnya
permintaan untuk tidak menikahi dua wanita atau lebih bukan hanya
ditujukan kepada Ali saja, tetapi kepada semua sahabat nabi.  Karena justru sahabat yang lainnya banyak yang melakukan poligami.

 

Kelima, Perlu diingat, bahwa Rasululah SAW selain sebagai utusan Allah, beliau juga sebagai manusia yang memiliki isteri, anak, menantu serta teman. Hubungan beliau SAW dengan Ali sangatlah dekat. Mengingat beliau SAW dibesarkan oleh ayahnya Ali, Abu Thalib. Demikian juga Ali, setelah wafat ayahnya, tinggal bersama Rasulullah SAW. Hubungan tersebut semakin dekat setelah Ali menikah dengan puteri beliau, Fatimah. Hubungan yang sangat dekat dan romantis tersebut yang mendorong Rasulullah SAW untuk tidak segan-segan memberikan nasihat secara pribadi kepada Ali, baik menyangkut pribadi, rumah tangga dll. Larangan Rasulullah SAW kepada Ali untuk berpoligami, merupakan satu diantara hal yang sangat pribadi. Larangan tersebut sama seperti halnya larangan seorang ayah kepada anaknya untuk tidak bermain di sungai. Larangan tersebut tentunya tidak berlaku untuk semua orang. Dan itu sudah ditegaskan oleh Rasulullah SAW dalam haditsnya "sesungguhnya aku tidaklah mengharamkan sesuatu yang halal, namun demi Allah, sekali-kali puteri Rasulullah tidak akan berkumpul (dalam satu rumah) dengan puteri musuh Allah". Dari hadits tersebut jelas bahwa Rasulullah SAW menyatakan bahwa poligami itu halal, serta menyebut larangan beliau lebih disebabkan oleh keinginan Ali menikahi puteri Abi Jahal.

 

Keenam, Sebagian fuqaha' (pakar hukum Islam) membolehkan bagi seorang calon isteri untuk mengajukan syarat "tidak mau dimadu" dengan berlandaskan kepada hadits larangan Ali berpoligami serta hadits lainnya yang berbunyi "bahwa syarat yang paling wajib untuk dipenuhi adalah syarat di saat kamu halalkan kehormatan wanita (saat berlangsungnya pernikahan)"

 

Namun mayoritas fuqaha' (jumhur) tidak membolehkan hal tersebut dengan berlandaskan kepada hadits Rasulullah SAW  "seluruh umat Islam harus memenuhi syarat-syarat (janji-janji) mereka, kecuali syarat yang menghalalkan hal yang haram atau mengharamkan hal yang halal". Mengingat al Qur'an dan hadits membolehkan poligami, maka tidak ada syarat apapun yang mampu melarangnya.

Kesimpulan:

Setelah melihat beberapa argumen diatas, penulis menyimpulkan bahwa hukum poligami dalam Islam tetap dibolehkan dan belum pernah dinasakh oleh dalil apapun. Di samping itu, praktek poligami juga bukanlah monopoli Islam, jauh sebelum datangnya Islam poligami telah menjadi suatu yang lumrah dan biasa, baik di kalangan para nabi, para penguasa, rakyat dan masyarakat di seluruh belahan dunia. Namun dengan datangnya Islam  praktek tersebut dibatasi dan diberi rambu-rambu antara lain:

 

·        Poligami hanya dibolehkan hingga 4 orang isteri.

·        Mampu secara finansial bagi suami yang ingin berpoligami.

·        Mampu berlaku adil dalam hal materi dan perhatian secara lahiriah.  

 

Dibolehkannya poligami merupakan solusi terbaik, terlebih di tengah zaman globalisasi seperti sekarang ini, di mana data statistik menyebutkan bahwa jumlah kaum wanita lebih banyak dari kaum pria. Lantas akan dikemanakan sisa kaum wanita bila lelaki hanya dibatasi kawin hanya dengan satu orang wanita?. Banyak sudah akibat yang ditimbulkan dari larangan poligami. Merajalelanya perzinahan, tempat-tempat maksiat dan lainnya, anak-anak yang tidak tahu kepada siapa harus menyebut ayah adalah salah satu akibat larangan poligami.

 

Surat kabar "London Trust" pernah mengekspos tulisan seorang wanita Inggris yang menyatakan: "Telah banyak wanita jalanan di tengah-tengah masyarakat kita, tapi sedikit sekali para ilmuwan membahas sebab-sebabnya. Saya adalah seorang wanita yang merasa pedih menyaksikan pemandangan ini. Tapi kesedihanku tak bermanfaat apa-apa, maka tidak ada jalan lain kecuali menghilangkan kondisi ini. Maka benarlah apa yang dilakukan seorang ilmuwan bernama Thomas, ia telah melihat penyakit ini dan menyebutkan obatnya, yaitu "membolehkan laki-laki kawin dengan lebih dari satu wanita". Dengan cara inilah segala musibah akan berlalu, dan genarasi wanita kita akan mempunyai rumah tangga. Bencana yang besar kini adalah karena memaksa pria Eropa untuk kawin hanya dengan satu orang wanita".[] Wallahu a'lam.


 

     Penulis:  Doktor bidang Fiqih dan Hadits dari Universitas Mohammed V Rabat, mantan Ketua PPI  Maroko 1995-98


sumber : http://jurnalislam.net/id/index.php?option=com_content&task=view&id=30&Itemid=28

 
My personal webhttp://pujakesula.blogspot.com  or  http://endyenblogs.multiply.com/journal 


1 comment:

Unknown said...

Assalamualaikum...pendapat saya kebanyakan ulama salah dalam mentafsir apa maksud yg dimaksudkan oleh Baginda Rasulullah SAW kerena Rasulullah SAW melakukan sesuatu perkara semuanya diatas perintah ALLAH SWT kerana itulah tugasnya dimuka bumi iaitu membawa risalah ALLAH SWT(Kebenaran) dan Rasulullah SAW tidak mungkin melakukan kesilapan dalam peyampaiannya penerangannya,nasihatnya kepada para sahabat dan juga umatnya melainkan kita sebagai umatnya yg melakukan kesilapan dalam mentafsir apa sebenarnya yang disampaikan oleh Baginda Rasuljllah SAW....Wallahualam