Sunday, November 16, 2008

Menentukan Jenis Kelamin Anak: Tinjauan Fiqih Islam

Menentukan Jenis Kelamin Anak: Tinjauan Fiqih Islam


Oleh : Muhammad Yusuf  Siddik

 

Barangkali kita sudah sering mendengar tentang proses inseminasi buatan (bayi tabung) yang lebih dikenal di kalangan ilmu kedokteran dengan istilah fertilisasi-in vitro. Proses bayi tabung telah banyak dibahas oleh kalangan ulama' dan fuqaha'. Sebagian besar membolehkan dengan beberapa syarat tertentu. 

 

Sementara masalah yang akan dibahas dalam artikel ini hampir sama dengan proses bayi tabung, namun lebih spesifik, yaitu menentukan jenis kelamin bayi tersebut, mau dijadikan bayi laki-laki atau bayi perempuan? Proses ini dalam ilmu sains kedokteran sangat memungkinkan, bahkan sejak 5 tahun yang lalu, di Cina terdapat lebih dari 200 klinik yang membuka praktek memberikan layanan penentuan jenis kelamin anak. Demikian juga di AS, pada tahun 2004, terdapat sekitar 65 klinik yang melayani praktek tersebut.

 

Cara yang digunakan untuk menentukan jenis kelamin bayi adalah dengan menyuntikkan salah satu dari 2 jenis sperma yang dimiliki laki-laki (XY) kepada rahim perempuan yang hanya memiliki satu jenis kromosom yaitu X. Jika yang diinginkan anak laki-laki, maka sperma yang disuntikkan berjenis kromosom Y, namun jika yang diinginkan perempuan maka sperma yang disuntikkan berjenis kromosom X.

 

Mujamma' al Buhuts al Islamiyah di Universitas al Azhar Mesir beberapa bulan yang lalu mengeluarkan fatwa yang relatif kontroversial yaitu dibolehkannya menggunakan teknologi penentuan jenis kelamin anak tersebut dengan alasan dharurah (insidentil). Hal tersebut antara lain misalnya disebabkan kedua pasangan suami isteri belum pernah mempunyai anak laki-laki sehingga dibutuhkan cara untuk mengatur proses pertemuan sel telur X wanita dengan sperma Y laki-laki. Demikian juga sebaliknya, jika pasangan tersebut menginginkan anak perempuan, maka sel telur X wanita akan dipertemukan dengan sperma X laki-laki.

 

Fatwa tersebut dinilai oleh sebagian kalangan sebagai fatwa yang kontroversial karena tidak sejalan dengan firman Allah SWT dalam surat Assyura : 49 yang artinya : "bagi Allah langit dan bumi, dia yang menciptakan apa yang dia inginkan, menganugerahkan bagi yang dia inginkan (anak) perempuan dan menganugerahkan bagi yang dia inginkan (anak) laki-laki".

 

Ayat diatas, sangat jelas sekali menyatakan bahwa pemberian status jenis kelamin anak baik itu laki-laki maupun perempuan merupakan hak prerogatif Allah SWT, sehingga manusia tidak memiliki wewenang sama sekali untuk mencampuri urusan tersebut.

 

Namun perlu kita ingat, bahwa banyak hal yang merupakan hak prerogatif Allah SWT, namun manusia tetap dianjurkan untuk melakukan usaha untuk mendapatkannya, seperti halnya kita dianjurkan mencari sumber penghidupan (rizki). Walau pemberian rizki tersebut merupakan hak Allah SWT, namun manusia tetap dianjurkan untuk melakukan upaya untuk mendapatkannya. Bahkan dalam surat Arra'd : 11 Allah berfrman : "sesungguhnya Allah tidak akan mengubah apa yang ada pada suatu kaum sehingga mereka berusaha mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri".

 

Dari ayat tersebut jelas, Allah SWT menginginkan agar kita melakukan usaha, tanpa berpangku-tangan untuk mendapatkan apa yang kita inginkan, walau keputusan terakhir tetap berada di tangan Allah SWT. Berusaha, merupakan suatu hal yang sebanding lurus dengan anjuran untuk kita meyakini adanya kekuasaan Allah SWT. Sebagaimana kita diwajibkan untuk meyakini kekuasaan Allah SWT, kita juga diwajibkan untuk melakukan usaha untuk mendapatkan yang terbaik dari kehendak Allah SWT tersebut.

 

Atas dasar dan alasan diatas, penulis lebih cenderung kepada pendapat yang membolehkan, namun dengan syarat-syarat terdiri dari :

 

1.  Kedua pasangan merupakan suami isteri yang sah secara Islam.

 

2.  Kedua pasangan belum pernah mendapatkan anak berjenis kelamin yang diinginkan.

 

3.  Tidak membatasi anak-anaknya dalam jenis kelamin yang sama, misalnya hanya menginginkan anak laki-laki saja, tanpa menginginkan perempuan. Karena yang demikian itu menyalahi ketentuan Allah SWT yang menginginkan lahirnya komunitas manusia dengan 2 jenis kelamin, agar mereka tetap berkembangan biak melalui proses perkawinan.

 

4.  Karena alasan kesehatan, misalnya salah satu pasangan memiliki penyakit yang akan menurun kepada anak yang berjenis kelamin tertentu, maka diupayakan anaknya memiliki jenis kelamin yang berbeda untuk menghindari terjadinya penyakit keturunan yang dikhawatirkan tersebut.

 

5.  Meyakini bahwa ketentuan akhir (apakah anak yang akan lahir laki-laki atau perempuan) tetaplah berada di tangan Allah SWT. Berdasarkan penelitian, tingkat keberhasilan teori diatas adalah 75%, sementara sisanya (25%) tidak sesuai dengan yang diinginkan.

 

Adapun alasan dari dibolehkannya menentukan jenis kelamin anak dengan syarat-syarat diatas adalah sebagai berikut:

 

1.  Bahwa asal hukum sesuatu (selain dari hal ibadah) yang belum ada landasannya melalui nash yang shorih (jelas) adalah dibolehkan (ibahah).

 

2.  Walau penentuan jenis kelamin adalah hak prerogatif Allah SWT, kita tetap dianjurkan untuk melakukan usaha guna mendapatkan anak dengan jenis kelamin yang kita inginkan, sebagaimana halnya pemberian rizki adalah hak prerogatif Allah, namun manusia tetap dianjurkan melakukan usaha untuk mendapatkannya. 

 

3.  Segala sesuatu yang dibolehkan untuk kita minta dari Allah SWT melalui do'a, dianjurkan agar kita juga melakukan usaha untuk mendapatkannya. Demikian juga halnya untuk mendapatkan anak dengan jenis kelamin yang diinginkan, disamping kita dianjurkan untuk memintanya dari Allah SWT, kita juga dianjurkan untuk melakukan usaha untuk mendapatkannya.

 

4.  Melakukan upaya untuk menentukan jenis kelamin anak sebelum anak tersebut menjadi janin yang utuh tidaklah menyalahi kehendak Allah SWT, karena sperma dan sel telur yang dipertemukan belum berbentuk janin dan belum memiliki jenis kelamin apapun.

 

5.  Terdapat beberapa hadits Rasulullah SAW yang menganjurkan kita untuk melakukan usaha agar anak yang lahir dari hubungan dengan pasangan yang sah sesuai dengan yang diinginkan, salah satunya adalah hadits Ummu Sulaim bahwa Rasulullah SAW saat ditanya tentang proses terjadinya jenis kelamin anak bersabda "mani laki-laki adalah kental dan putih, sementara mani perempuan encer dan kekuningan, yang mana lebih dahulu, maka yang itu yang akan menentukan jenis kelamin anak".

 

6.  Keberhasilan dari proses penentuan jenis kelamin tersebut juga merupakan bagian dari kehendak Allah SWT, dan tidak bertentangan dengan apa yang dimaksud dalam ayat diatas.[] Wallahu a'lam.

 

 

 

Penulis: Doktor bidang Fiqih dan Hadits dari Universitas Mohammed V Rabat, mantan Ketua PPI  Maroko 1995-1998, Staf Ekonomi dan Konsuler KBRI Rabat

 
My personal webhttp://pujakesula.blogspot.com  or  http://endyenblogs.multiply.com/journal 


No comments: