Monday, September 1, 2008

Lentera Jiwa

 Oleh: Andy F. Noya


 Banyak yang bertanya mengapa saya mengundurkan diri sebagai pemimpin
 redaksi Metro TV. Memang sulit bagi saya untuk
 meyakinkan setiap orang yang bertanya bahwa saya keluar bukan karena
 'pecah kongsi' dengan Surya Paloh, bukan karena sedang
 marah atau bukan dalam situasi yang tidak menyenangkan. Mungkin terasa
 aneh pada posisi yang tinggi, dengan 'power' yang luar
 biasa sebagai pimpinan sebuah stasiun televisi berita, tiba-tiba saya
 mengundurkan diri.
 Dalam perjalanan hidup dan karir, dua kali saya mengambil keputusan
 sulit. Pertama, ketika saya tamat STM. Saya tidak
 mengambil peluang beasiswa ke IKIP Padang. Saya lebih memilih untuk
 melanjutkan ke Sekolah Tinggi Publisistik di Jakarta
 walau harus menanggung sendiri beban uang kuliah. Kedua, ya itu tadi,
 ketika saya memutuskan untuk mengundurkan diri dari Metro TV.


    Dalam satu seminar, Rhenald Khasali, penulis buku Change yang saya
 kagumi, sembari bergurau di depan ratusan hadirin mencoba
 menganalisa mengapa saya keluar dari Metro TV. ''Andy ibarat ikan di
 dalam kolam. Ikannya terus membesar sehingga kolamnya
 menjadi kekecilan. Ikan tersebut terpaksa harus mencari kolam yang lebih  besar.''

    Saya tidak tahu apakah pandangan Rhenald benar. Tapi, jujur saja, sejak
 lama saya memang sudah ingin mengundurkan diri dari
 Metro TV. Persisnya ketika saya membaca sebuah buku kecil berjudul Who
 Move My Cheese.Bagi Anda yang belum baca, buku ini
 bercerita tentang dua kurcaci. Mereka hidup dalam sebuah labirin yang
 sarat dengan keju. Kurcaci yang satu selalu berpikiran
 suatu hari kelak keju di tempat mereka tinggal akan habis. Karena itu,
 dia selalu menjaga stamina dan kesadarannya agar jika
 keju di situ habis, dia dalam kondisi siap mencari keju di tempat lain.
 Sebaliknya, kurcaci yang kedua, begitu yakin sampai
 kiamat pun persediaan keju tidak akan pernah habis.

    Singkat cerita, suatu hari keju habis. Kurcaci pertama mengajak
 sahabatnya untuk meninggalkan tempat itu guna mencari keju di
 tempat lain. Sang sahabat menolak. Dia yakin keju itu hanya 'dipindahkan'
 oleh seseorang dan nanti suatu hari pasti akan
 dikembalikan. Karena itu tidak perlu mencari keju di tempat lain. Dia
 sudah merasa nyaman. Maka dia memutuskan menunggu terus
 di tempat itu sampai suatu hari keju yang hilang akan kembali. Apa yang
 terjadi, kurcaci itu menunggu dan menunggu sampai
 kemudian mati kelaparan. Sedangkan kurcaci yang selalu siap tadi sudah
 menemukan labirin lain yang penuh keju. Bahkan jauh
 lebih banyak dibandingkan di tempat lama.

    Pesan moral buku sederhana itu jelas: jangan sekali-kali kita merasa
 nyaman di suatu tempat sehingga lupa mengembangkan diri
 guna menghadapi perubahan dan tantangan yang lebih besar. Mereka yang
 tidak mau berubah, dan merasa sudah nyaman di suatu
 posisi, biasanya akan mati digilas waktu.

    Setelah membaca buku itu, entah mengapa ada dorongan luar biasa yang
 menghentak-hentak di dalam dada. Ada gairah yang luar
 biasa yang mendorong saya untuk keluar dari Metro TV. Keluar dari
 labirin yang selama ini membuat saya sangat nyaman karena
 setiap hari 'keju' itu sudah tersedia di depan mata. Saya juga ingin
 mengikuti 'lentera jiwa' saya. Memilih arah sesuai
 panggilan hati. Saya ingin berdiri sendiri.


    Maka ketika mendengar sebuah lagu berjudul 'Lentera Jiwa' yang
 dinyanyikan Nugie, hati saya melonjak-lonjak. Selain syair dan
 pesan yang ingin disampaikan Nugie dalam lagunya itu sesuai dengan kata
 hati saya, sudah sejak lama saya ingin membagi kerisauan saya kepada 
banyak orang.

 Dalam perjalanan hidup saya, banyak saya jumpai orang-orang yang merasa
 tidak bahagia dengan pekerjaan mereka. Bahkan seorang
 kenalan saya, yang sudah menduduki posisi puncak di suatu perusahaan
 asuransi asing, mengaku tidak bahagia dengan
 pekerjaannya. Uang dan jabatan ternyata tidak membuatnya bahagia. Dia
 merasa 'lentera jiwanya' ada di ajang pertunjukkan
 musik. Tetapi dia takut untuk melompat. Takut untuk memulai dari bawah.
 Dia merasa tidak siap jika kehidupan ekonominya yang
 sudah mapan berantakan. Maka dia menjalani sisa hidupnya dalam dilema
 itu. Dia tidak bahagia.

 Ketika diminta untuk menjadi pembicara di kampus-kampus, saya juga
 menemukan banyak mahasiswa yang tidak happy dengan jurusan
 yang mereka tekuni sekarang. Ada yang mengaku waktu itu belum tahu ingin
 menjadi apa, ada yang jujur bilang ikut-ikutan pacar
 (yang belakangan ternyata putus juga) atau ada yang karena solider pada
 teman. Tetapi yang paling banyak mengaku jurusan yang
 mereka tekuni sekarang -- dan membuat mereka tidak bahagia -- adalah
 karena mengikuti keinginan orangtua.

 Dalam episode Lentera Jiwa (tayang Jumat 29 dan Minggu 31 Agustus 2008),
 kita dapat melihat orang-orang yang berani mengambil
 keputusan besar dalam hidup mereka. Ada Bara Patirajawane, anak diplomat
 dan lulusan Hubungan Internasional, yang pada satu
 titik mengambil keputusan drastis untuk berbelok arah dan menekuni dunia
 masak memasak. Dia memilih menjadi koki. Pekerjaan
 yang sangat dia sukai dan menghantarkannya sebagai salah satu pemandu
 acara masak-memasak di televisi dan kini memiliki
 restoran sendiri. ''Saya sangat bahagia dengan apa yang saya kerjakan
 saat ini,'' ujarnya. Padahal, orangtuanya menghendaki
 Bara mengikuti jejak sang ayah sebagai dpilomat.

 Juga ada Wahyu Aditya yang sangat bahagia dengan pilihan hatinya untuk
 menggeluti bidang animasi. Bidang yang
 menghantarkannya mendapat beasiswa dari British Council. Kini Adit
 bahkan membuka sekolah animasi. Padahal, ayah dan ibunya
 lebih menghendaki anak tercinta mereka mengikuti jejak sang ayah sebagai
 dokter.

 Simak juga bagaimana Gde Prama memutuskan meninggalkan posisi puncak
 sebuah perusahaan jamu dan jabatan komisaris di beberapa
 perusahaan. Konsultan manajemen dan penulis buku ini memilih tinggal di
 Bali dan bekerja untuk dirinya sendiri sebagai public
 speaker.

 Pertanyaan yang paling hakiki adalah apa yang kita cari dalam kehidupan
 yang singkat ini? Semua orang ingin bahagia. Tetapi
 banyak yang tidak tahu bagaimana cara mencapainya.


 Karena itu, beruntunglah mereka yang saat ini bekerja di bidang yang
 dicintainya. Bidang yang membuat mereka begitu
 bersemangat, begitu gembira dalam menikmati hidup. ''Bagi saya, bekerja
 itu seperti rekreasi. Gembira terus. Nggak ada
 capeknya,'' ujar Yon Koeswoyo, salah satu personal Koes Plus, saat
 bertemu saya di kantor majalah Rolling Stone. Dalam
 usianya menjelang 68 tahun, Yon tampak penuh enerji. Dinamis. Tak heran
 jika malam itu, saat pementasan Earthfest2008, Yon
 mampu melantunkan sepuluh lagu tanpa henti. Sungguh luar biasa. ''Semua
 karena saya mencintai pekerjaan saya. Musik adalah
 dunia saya. Cinta saya. Hidup saya,'' katanya.


 Berbahagialah mereka yang menikmati pekerjaannya. Berbahagialah mereka
 yang sudah mencapai taraf bekerja adalah berekreasi.
 Sebab mereka sudah menemukan lentera jiwa mereka.

 
My personal webhttp://pujakesula.blogspot.com  or  http://endyenblogs.multiply.com/journal 

No comments: